PERMASALAHAN
1.1 Ekonomi dalam Perspektif Politik Internasional
Dewasa ini, terdapat keterkaitan erat antara permasalahan di bidang ekonomi dengan permasalahan di bidang politik, yang bukan saja terjadi dalam lingkup domestik tetapi juga dalam lingkup internasional. Untuk lingkup internasional, permasalahan yang timbul bukan saja melibatkan antar negara saja tetapi juga antara organisasi dengan negara. Ketika Indonesia dianggap tidak bisa mengendalikan keamanan di Timor-Timur pasca jajak pendapat, salah satu reaksi yang muncul kemudian adalah lembaga IMF (International Monetary Fund) langsung menghentikan perundingan pemberian bantuan (disamping itu juga diikuti dengan penghentian kerjasama militer oleh Amerika Serikat). Sementara untuk ilustrasi yang menggambarkan permasalahan dengan melibatkan antar negara, bisa dilihat dari hubungan perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat. Aktivitas ekspor antara dua negara tersebut rentan dengan resiko politik, yang mana salah satunya adalah mengenai isu hak asasi manusia. Bila terjadi pelanggaran hak asasi manusia (seperti peristiwa tragedi Lapangan Tiananmen pada tahun 1989), maka dengan serta-merta Amerika Serikat mengancam akan meninjau lagi kebijakan perdagangannya dengan Cina. Dari situasi tersebut, bisa ditarik semacam pemahaman awal bahwa, di satu sisi tidak ada tindakan politik yang bebas dari kepentingan ekonomi, dan di sisi lain tidak ada kebijakan ekonomi yang benar-benar bebas dari kepentingan politik.
Menurut perspektif realistis, politik internasional merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan (power) di dalam lingkup internasional (Mas’oed, 2009) Kekuasaan sendiri pada hakikatnya diartikan sebagai, kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk memerintah pihak lain agar melakukan sesuatu sesuai dengan yang dikehendakinya. Sebagai sesuatu yang terstruktur, kekuasaan dapat bersumber dari empat hal, yaitu (Mas’oed, 2009): struktur keamanan, struktur produksi, struktur keuangan, dan struktur pengetahuan. Struktur keamanan menekankan pada kendali atas ketentuan keamanan, struktur produksi menekankan pada kendali atas aktivitas produksi, struktur keuangan menekankan pada kendali atas kredit, sedangkan struktur pengetahuan menekankan pada kendali atas penciptaan serta penyebaran pengetahuan, informasi, dan teknologi. Dengan mengacu pada pedoman empat sumber kekuasaan tersebut, maka bisa diketahui bahwa aktivitas ekonomi (dalam perspektif politik internasional) berhubungan dengan struktur produksi, struktur keuangan, dan struktur pengetahuan. Aktivitas ekonomi dalam perspektif politik internasional pada dasarnya adalah, upaya yang dilakukan untuk mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang relatif langka, dengan pemanfaatan yang berbeda-beda, melalui suatu proses pasar yang terdesentralisasi.
Menurut Mohtar Mas’oed (2007, dalam Winanti, 2009) terdapat tiga mazhab utama yang bisa menjelaskan keterkaitan aktivitas ekonomi dengan praktek politik dalam lingkup internasional. Ketiga mazhab itu adalah liberal, merkantilis, dan strukturalis. Masing-masing mazhab memiliki karakteristik tersendiri, yang akan dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 1.1
Mazhab Liberal
Aktor Utama | Individu atau perusahaan |
Tujuan | Maksimalisasi kesejahteraan global |
Sifat Sistem Internasional | Harmonis, menguntungkan semua yang terlibat |
Peranan Negara | Sekunder, menjamin prasarana pendukung pasar |
Resep Kebijakan | Efisiensi ekonomi, memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dalam sistem internasional, dan jaringan intervensi pasar |
Tabel 1.2
Mazhab Merkantilis
Aktor Utama | Negara-bangsa |
Tujuan | Maksimalisasi kepentingan nasional |
Sifat Sistem Internasional | Konfliktual, menguntungkan yang kuat saja |
Peranan Negara | Primer, memperjuangkan kepentingan nasional |
Resep Kebijakan | Bangsa yang lemah harus melakukan intervensi pasar guna melindungi ekonomi domestiknya dari dominasi asing |
Tabel 1.3
Mazhab Strukturalis
Aktor Utama | Kelas sosial |
Tujuan | Maksimalisasi kepentingan kelas |
Sifat Sistem Internasional | Konfliktual, menguntungkan yang kuat saja |
Peranan Negara | Primer, memperjuangkan kepentingan kelas |
Resep Kebijakan | Bangsa yang lemah harus menghindarkan diri dari kaitan sistem kapitalis internasional |
DATA DAN ANALISIS
2.1 Dinamika Sektor Energi
Kebutuhan energi merupakan sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Beranjak dari premis tersebut maka, di masa mendatang proyeksi kebutuhan energi akan selalu dikaitkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Persepsi global tentang masalah energi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: terkait dengan persediaan dan terkait dengan permintaan. Titik ekuilibrium antara persediaan dan permintaan tercermin melalui besaran harga energi. Walaupun demikian, gejolak harga energi dapat terjadi karena pengaruh faktor non-fundamental, seperti faktor geopolitik. Di sisi lain, persepsi global tentang ketersediaan sumber daya energi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: yang beranggapan bahwa sumber energi dunia masih melimpah, dan yang beranggapan bahwa akan segera datang masa-masa sulit. Kelompok pertama berpendapat bahwa, banyak sumber energi pengganti yang dapat digunakan bila bahan bakar fosil habis. Sementara kelompok kedua berpendapat bahwa, dibutuhkan waktu peralihan yang lama, karena sumber-sumber energi pengganti tersebut terlalu mahal.
Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian, dan perkembangan teknologi. Pemakaian bauran energi (primer) di Indonesia menunjukkan bahwa, lebih dari 90 persen menggunakan energi yang berbasis fosil (terdiri dari: minyak bumi 54,4 persen, gas bumi 26,5 persen, dan batubara 14,1 persen). Sementara sisanya adalah energi yang tidak berbasis fosil (terdiri dari: pembangkit listrik tenaga air 3,4 persen, panas bumi 1,4 persen, serta energi baru dan terbarukan lainnya 0,2 persen). Cadangan minyak bumi terbukti saat ini diperkirakan sebesar sembilan milyar barel. Dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barel per tahun, maka cadangan tersebut dapat habis dalam waktu sekitar 18 tahun. Cadangan yang diperkirakan untuk gas adalah sebesar 170 TSCF (trillion standart cubic feed), sedangkan kapasitas produksi mencapai 8,35 BSCF (billion standart cubic feed) yang dibagi untuk ekspor 4,88 BSCF dan untuk domestik 3,47 BSCF. Cadangan batubara di Indonesia diperkirakan ada 57 miliar ton. Dari jumlah tersebut, cadangan yang sudah dieksplorasi sebesar 19,3 miliar ton, dengan kapasitas produksi sebesar 131,72 juta ton per tahun (www.esdm.go.id, 2009).
2.2 Politik Energi Nasional
Indonesia, yang pada kebangkitan perekonomiannya sepanjang tahun 1970-an hingga 1980-an mengandalkan minyak dan gas (beserta produk turunannya), pernah begitu diperhitungkan dalam percaturan politik ekonomi energi internasional lewat perannya di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Kini Indonesia terseok-seok menutupi kebocoran dinding ketahanan energi nasionalnya. Berikut ini diberikan paparan singkat mengenai kondisi ketahanan energi nasional.
Gas alam merupakan input yang sangat vital dalam berbagai industri, diantaranya: industri logam, kimia, pulp dan kertas. Selain itu, gas alam juga digunakan untuk menghasilkan listrik. Pada tahun 2005, produksi gas alam Indonesia tercatat sebesar 75 milyar meter kubik, yang mana hampir separuhnya (sebesar 36 milyar meter kubik) diekspor. Sedangkan sisanya (yaitu sebesar 39 milyar meter kubik) digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah yang dialokasikan untuk konsumsi dalam negeri, ternyata belum mencukupi kebutuhan aktual. Ini terbukti dari defisit gas alam di dalam negeri, yang jumlahnya mencapai 0,3 milyar kaki kubik per hari. Defisit gas sebenarnya sudah mulai dirasakan kalangan industri sejak tahun 2005 namun kondisinya semakin parah akhir-akhir ini. Keadaan diperburuk dengan kondisi infrastruktur gas di Indonesia yang juga jauh dari memadai. Akibatnya, banyak industri yang mengandalkan gas alam harus kelimpungan bahkan terancam gulung tikar, sementara di sisi lain sebagian investor asing berencana hengkang dari Indonesia. Ironi semakin bertambah, manakala pemerintah justru bertekad mempertahankan posisinya sebagai ekportir LNG (liquified neutral gas) terbesar di dunia.
Sepanjang tahun 2005 hingga 2006, Indonesia menjadi negara pengekspor batu bara terbesar di dunia. Ekspor tersebut mampu menutup 25 persen permintaan pasar batu bara dunia. Ironisnya, konsumsi batu bara per kapita Indonesia hanya separuh dari Malaysia dan Thailand (padahal kedua negara tersebut tergolong miskin cadangan batubara). Di dunia, cadangan batu bara Indonesia hanya menempati urutan ke-13, yang mana setara dengan 1,3 persen seluruh cadangan batubara dunia.
2.3 Penutup
Dari paparan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dalam konteks politik internasional dibutuhkan sikap tegas dari pemerintah untuk memulihkan ketahanan energi nasional. Ketegasan pemerintah ditujukan untuk maksimalisasi kepentingan nasional. Dalam hal ini, pemerintah perlu meninjau ulang kesepakatan-kesepakatan kerjasama yang selama ini dibuat dengan negara-negara yang menikmati sumber daya energi domestik. Peninjauan ulang diperlukan untuk memunculkan kembali hakikat kerjasama, yaitu bersifat saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat. Selain itu juga perlu dilakukan perubahan paradigma, terkait dengan sumber daya energi. Paradigma sumber daya energi merupakan suatu komoditas harus diganti dengan paradigma baru, yaitu bahwa sumber daya energi merupakan aset pembangunan. Dan sebagai aset pembangunan, maka harus dilindungi ketersediaanya (dan bukan lagi diobral untuk membantu pembangunan negara lain) guna menjamin keberlangsungan pembangunan dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Mas’oed, Mohtar. 2009. “International Politics: Challenges to Indonesian Business.” General Business Environment: Syllabus and Material. MM UGM. Yogyakarta
Winanti, Poppy S. 2007. ”Ekonomi Politik Internasional” [online]. Tersedia di http://www.poppysw.staff.ugm.ac.id/file/02 [Diakses pada 7 Februari 2009]
2005. ”Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 - 2025” [online]. Tersedia di http://www. esdm.go.id [Diakses pada 31 Januari 2009]