Jumat, 30 Januari 2009
WASPADALAH....WASPADALAH!!!
Virus Conficker bisa dibilang sebagai virus komputer yang paling ditakuti saat ini. Tercatat, jutaan komputer di seluruh dunia telah terjangkit sejak kemunculannya pada bulan Oktober tahun lalu.
Apalagi ketika varian kedua virus yang diduga berasal dari Rusia ini muncul dengan format baru yang mendompleng file svchost dan dapat mengunci active domain. Penyebarannya sangat cepat dan begitu ter-install sulit dibasmi dengan prosedur standar. Banyak antivirus tak sanggup mengatasi varian virus yang semakin cerdas.
Lantas, bisakah penyebaran virus ini bisa dicegah? Mencegah mungkin lebih baik daripada menunggu komputer Anda terserang virus. Vaksinis dari Vaksincom Adi Saputra memaparkan tips untuk mencegah penyebarannya berikut ini:
1. Aktifkan automatic updates dengan menggunakan Windows update untuk men-download dan meng-install updates.
2. Aktifkan windows firewall dengan menggunakan firewall untuk memproteksi PC dan jaringan.
3. Non-aktifkan default share ($ADMIN). Namun jika default share diperlukan dipakai untuk sistem di kantor maka Anda perlu mengubah default password Anda.
4. Non-aktifkan fitur autoplay, jika tak digunakan. Masalahnya, virus Conficker berusaha masuk ke komputer dari removable disk melalui celah Windows (autoplay) dengan menggunakan dua file, yaitu autorun.if dan recycler dengan format di belakang jwgkvsq.vmx. Keduanya menggunakan atribut hidden.
5. Update antivirus dan jadwalkan scan. Conficker yang masuk ke default share dan autoplay Windows biasanya memiliki format jpg, bmp, gif, png atau file aktif bertipe dll yang berlokasi di internet explorer, movie maker dan system32. Virus ini tidak bisa dihapus secara manual oleh karena itu harus dihapus secara paksa melalui langkah-langkah tertentu dengan removal tools.
WASPADALAH!!!
Serangan virus Conficker yang meresahkan dunia setelah menginfeksi 9 juta komputer dalam dua minggu juga mengancam pengguna komputer di Indonesia. Penyebarannya sangat cepat sehingga jumlah komputer yang terinfeksi berlipat ganda dalam waktu singkat.
Perusahaan lokal penyedia antivirus dan solusi keamanan Vaksincom mencatat, kasusnya membengkak dari hanya ribuan menjadi puluhan ribu kasus komputer yang terinfeksi Conficker sampai dengan pertengahan Januari 2009. Hal ini tidak lepas dari kemampuan Conficker untuk menyerang komputer lain dalam jaringan provider yang sama.
"Jangankan komputer yang berada dalam jaringan, komputer standalone yang menggunakan koneksi internet dari provider tertentu pun terancam oleh ulah Conficker," demikian laporan Vaksincom. Penyebaran virus Conficker atau yang juga dikenal dengan nama W32/Conficker, W32/Downupad atau W32/Kido saat ini dinilai sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Virus mancanegara yang belum diketahui asalnya ini cukup cerdas dan memiliki kemampuan meng-update dirinya dan memiliki satu payload spesial yang sangat menyulitkan pembuat antivirus untuk membuat tools pembasmi dirinya. Karena itu, virus tetap membandel bila ditangani secara biasa. Jika jaringan komputer di kantor telah terinfeksi, virus sulit dibasmi.
Memasuki tahun 2009, varian Conficker semakin canggih. Saat ini sudah muncul varian baru virus yang memiliki target serangan Windows XP, Vista, Windows Server (semua versi), dan bahkan Windows 7 versi Beta pun masih rentan atas serangan virus ini. Norman Security Suite mendeteksi varian baru virus tersebut sebagai W32/Conficker.DV, sedangkan antivirus lain mendeteksi sebagai Win32.Kido.CG (Kaspersky), W32.Downadup.B (Symantec), W32.Downadup.AL (F-Secure), W32.Conficker.B (Microsoft), W32.Conficke r.A (CA, Sophos dan McAfee), Worm_Downad.AD (Trend Micro) dan W32/Conficker.C (Panda).
Sabtu, 10 Januari 2009
Critical Review
1. Latar Belakang
Lingkungan persaingan yang dihadapi oleh perusahaan saat ini tidaklah sama dengan era beberapa dekade yang lalu. Ini ditandai dengan evolusi yang terjadi di perusahaan, seperti: semakin kompleksnya aktivitas perusahaan, semakin bergantung pada informasi yang akurat dan tepat waktu, serta semakin tingginya kecenderungan untuk memberikan penawaran yang sesuai dengan keinginannya pelanggan. Evolusi tersebut dimungkinkan berkat adanya kemajuan teknologi informasi (TI). TI, sebagai perpaduan antara teknologi komputer dengan teknologi komunikasi, juga berdampak pada pendekatan yang diterapkan perusahaan dalam memperlakukan para pelanggannya. Salah satu pendekatan yang banyak mendapat sentuhan kemajuan TI adalah pendekatan customer relationship management (CRM).
Selama ini masih sedikit perusahaan di Indonesia yang menjalankan CRM (SWA, 2006). Industri yang sudah menjalankan pendekatan CRM (dan karena itu menjadi pelopor) kebanyakan adalah industri jasa (yaitu sektor perbankan dan sektor telekomunikasi). Walaupun demikian, bukan berarti bahwa pendekatan CRM tidak bisa diterapkan pada industri manufaktur. Salah satu sektor dalam industri manufaktur yang terbukti dapat menerapkan pendekatan ini adalah sektor yang berhubungan dengan penyediaan barang-barang konsumsi (fast moving consumer goods).
PT Nutrifood Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang sudah cukup lama bergerak di sektor FMCG (fast moving consumer goods). Perusahaan memperlakukan para pelanggannya sebagai sesuatu yang vital. Ini terbukti dari upaya mereka untuk selalu menanggapi dengan cepat atas setiap keluhan konsumen terhadap produk-produk mereka yang dijual di pasaran. Tetapi selama bertahun-tahun, perusahaan mengelola keluhan konsumen tersebut secara manual (SWA, 2006). Keluhan konsumen (yang sebagian besar disampaikan melalui telepon) tersebut kemudian dicatat di kertas oleh petugas, baru kemudian dimasukkan ke database dan ditindaklanjuti. Cara penanganan keluhan seperti ini, tentu saja memiliki kelemahan karena tergantung ketelitian karyawan dalam mencatat dan mengirimkan pesan keluhan kepada brand manager dan unit lainnya.
Menyadari kelemahan tersebut, maka perusahaan memutuskan untuk meninggalkan cara-cara penanganan keluhan konsumen yang bersifat manual. Ini dibuktikan dari upaya mereka menerapkan aplikasi program Microsoft CRM pada Agustus 2004 (SWA, 2006). Dengan aplikasi Microsoft CRM, begitu pelanggan selesai telepon ke customer call center Nutrifood, e-mail pemberitahuan dan alur kerja (workflow) penyelesaian keluhan berjalan secara otomatis, sehingga semua orang yang terkait di Nutrifood langsung tahu.
2. Profil Perusahaan
Didirikan pada tahun 1979, PT Nutrifood Indonesia adalah perusahaan yang secara inovatif memproduksi serta mendistribusikan makanan dan minuman kesehatan berkualitas internasional dengan merek terkemuka. Kantor pusat perusahaan terletak di Jakarta, dengan jaringan distribusi yang berada di lebih dari 20 negara di dunia.
Peristiwa-peristiwa Penting Perusahaan
Periode Peristiwa
1979 PT. Nutrifood Indonesia berdiri di Jakarta dengan dua merek perintis yaitu Nutrisari dan Tropicana Slim.
Pertengahan 1980-an Menetapkan lima produk utama dengan didukung 1200 karyawan.
1994 Memperoleh sertifikasi ISO 9002 dalam bidang manufaktur makanan dan minuman.
Pertengahan 1990-an Mengimplementasikan Total Quality Management dan Deming Management Philosophy.
1997 Memperoleh sertifikasi ISO 9001 bagi kegiatan distribusi.
2001 Memperoleh sertifikasi ISO 17025, yang diakui APEC dan
negara-negara WTO, bagi layanan jasa laboratorium.
Sumber: www.nutrifood.co.id
Visi dan Misi Perusahaan
“Meningkatkan kualitas dan kenikmatan hidup Anda, dengan membangun merek global makanan dan minuman sehat yang sangat nikmat.”
Budaya Perusahaan
PT Nutrifood Indonesia memiliki budaya yang terefleksikan melalui nilai-nilai berikut:
a. Integrity, yaitu dapat diandalkan dan konsisten dalam hal nilai pribadi, pekerjaan dan universal.
b. Collaboration, yaitu bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
c. Innovation, yaitu berpikir kreatif dan berinovasi.
d. Respect, yaitu menghargai orang lain.
e. Excellence, yaitu berusaha untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Komitmen Perusahaan
Komitmen PT Nutrifood Indonesia ditujukan pada para stakeholder, yang terdiri dari: konsumen, mitra bisnis, karyawan, masyarakat, dan semua yang berkepentingan.
3. Pembahasan
Customer Relationship Management (CRM)
Tiga pandangan mengenai konsep CRM (Ody, 2000, dalam Light, 2001):
1) Memastikan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan permintaan konsumen.
2) Divisi call center.
3) Database pelanggan.
Inti dari CRM adalah bagaimana perusahaan melakukan identifikasi pelanggan, melakukan pengelompokkan, dan akhirnya membina hubungan erat yang bersifat jangka panjang dengan mereka.
Penanganan CRM yang baik memungkinkan perusahaan mengetahui dan bahkan meramalkan tingkah laku pelanggannya, serta kemudian memutuskan tindakan yang tepat untuk memengaruhi pelayanannya. Dalam hal ini, TI berperan untuk menyimpan informasi, memilah-milahnya (data warehousing), atau untuk melacak dan mendapatkan data terperinci mengenai ekonomi, demografi, gaya hidup, psikografi, dan elemen-elemen interaktif dari pelanggan.
Menurut A.B. Susanto (dalam SWA, 2006), dalam konsep CRM terdapat tiga komponen penting yang berhubungan dengan layanan pelanggan, yaitu: analisis lifetime customer value (LTV), one-to-one marketing, dan enterprise relationship marketing. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan erat satu sama lain. One-to-one marketing mendasarkan pada asumsi bahwa, karena tidak ada individu yang identik maka perusahaan juga harus menangani para pelanggannya secara personal. Dengan CRM, perusahaan bisa membedakan pelanggan melalui segmentasi LTV, serta memberikan produk dan layanan yang disesuaikan dengan keinginan pelanggan. Lalu, enterprise relationship marketing merupakan aspek tambahan untuk memperluas perusahaan dengan mengikutsertakan pelanggan dan unit eksternal lainnya.
Pada akhirnya, CRM menjadi kunci untuk melakukan retensi pelanggan karena CRM meningkatkan efisiensi layanan pelanggan, membantu perusahaan untuk terus fokus pada basis pelanggannya, serta memungkinkan perusahaan untuk melakukan aktivitas crossselling maupun aktivitas upselling.
Enterprise System
Lingkungan persaingan yang dihadapi oleh perusahaan saat ini tidaklah sama dengan era beberapa dekade yang lalu. Ini ditandai dengan evolusi yang terjadi di perusahaan, seperti: semakin kompleksnya aktivitas perusahaan (dan pada saat yang bersamaan struktur perusahaan menjadi lebih ramping), semakin bergantung pada informasi yang akurat dan tepat waktu, serta semakin tingginya kecenderungan untuk memberikan penawaran yang sesuai dengan keinginannya pelanggan (bersifat customized). Evolusi tersebut dimungkinkan berkat adanya TI.
Secara garis besar, penerapan TI di suatu perusahaan bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu: interorganizational systems dan intraorganizational systems (Martin et al, 2005). Contoh dari interorganizational systems adalah aplikasi e-commerce. Sementara untuk intraorganizational systems, dapat digolongkan menjadi dua yaitu: enterprise (corporate) systems dan managerial support systems. Enterprise systems adalah keseluruhan sistem yang dirancang untuk mendukung organisasi secara menyeluruh. Beberapa contoh enterprise systems adalah: transaction processing systems, data warehousing, customer relationship management, intranet, dll. Sedangkan managerial support systems adalah keseluruhan sistem yang dirancang untuk memberikan dukungan pada sekelompok manajer spesifik. Beberapa contoh managerial support systems adalah: decision support systems, group support systems, executive information systems, virtual reality, dll.
CRM System
Tujuan dari sistem CRM adalah menggunakan teknologi untuk membangun hubungan yang kuat antara perusahaan dengan para pelanggannya (Martin et al, 2005). Sistem CRM pada intinya menyediakan suatu pendekatan terintegrasi untuk semua aspek interaksi perusahaan terhadap para pelanggannya (di dalamnya termasuk pemasaran, penjualan, dan dukungan pelanggan).
Paket perangkat lunak CRM memungkinkan suatu organisasi untuk melakukan pemasaran, melakukan penjualan, dan memberikan pelayanan kepada para pelanggan melalui berbagai macam saluran, termasuk di dalamnya antara lain: situs internet, call center, para agen lapangan, dan jaringan pengecer. Menurut Schwartz (2003, dalam Martin et al, 2005), terdapat lima kelompok paket perangkat lunak CRM yaitu:
1. Traditional out-of-the-box CRM.
2. Traditional CRM with templates for specific vertical industries.
3. Traditional out-of-the-box CRM with applications development hooks.
4. Industry-specific vertical CRM packages.
5. Custom solutions from vertical systems integrators.
Munculnya paket perangkat lunak CRM tidak bisa dilepaskan dari adanya globalisasi dan kebutuhan akan tanggapan stratejik yang sesuai (Light, 2001). Banyak organisasi yang menemukan bahwa infrastruktur TI dan infrastruktur organisasinya tidak lagi sesuai dengan strategi globalisasinya. Ini disebabkan karena, infrastruktur yang saat ini ada dikembangkan secara fungsional (tidak secara holistik). Hal tersebut tentunya membuka kemungkinan yang sangat besar bagi perusahaan untuk kehilangan para pelanggannya. Para pelanggan menjadi tidak puas karena aspirasi mereka tidak mendapat tanggapan yang semestinya dari perusahaan.
4. Kesimpulan
Penerapan aplikasi sistem CRM pada PT Nutrifood Indonesia merupakan suatu langkah yang tepat. Dalam arti bahwa, karena perusahaan saat ini menghadapi lingkungan persaingan yang benar-benar berubah dibandingkan dengan era dekade yang lalu (salah satunya adalah situasi persaingan yang berbasis kecepatan dan waktu, yang mana hal itu tercipta sebagai akibat kemajuan TI). Situasi persaingan tersebut menuntut perusahaan memberikan respon secara cepat dan tepat terhadap setiap keluhan konsumen atas produk-produk mereka di pasar, jika mereka tetap ingin bertahan dalam lingkungan persaingan yang ada. Oleh sebab itu, adanya sistem CRM bisa memastikan bahwa perusahaan akan tetap bisa memuaskan para pelanggannya. Jika para pelanggan puas, maka bisa diharapkan bahwa mereka bersedia untuk terlibat dalam hubungan jangka panjang yang erat dengan perusahaan, yang pada akhirnya akan bermuara pada business sustainability dalam jangka panjang.
Selain itu, perlu juga disadari bahwa untuk menerapkan sistem CRM bukannya tanpa kendala. Secara umum, ada tiga kendala yang muncul yaitu kendala yang berhubungan dengan aspek waktu, kendala yang berhubungan dengan aspek kemudahan, dan kendala yang berhubungan dengan aspek biaya. Yang dimaksud kendala dalam aspek waktu ini adalah, berapa alokasi waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan pengintegrasian antara sistem CRM dengan sistem-sistem lain di perusahaan. Misalnya, integrasi sistem CRM dengan sistem pengambilan keputusan dalam perusahaan (decision support systems). Integrasi antar keduanya menjadi sangat vital, karena informasi yang diperoleh bukan saja berguna untuk para pengambil keputusan di level fungsional pemasaran saja, tetapi juga untuk para pengambil keputusan di level fungsional keuangan, sumber daya manusia, dan operasional. Perlu diingat bahwa, di era persaingan yang ketat seperti sekarang setiap perusahaan dituntut untuk menyediakan solusi yang bersifat menyeluruh (holistik) kepada para pelanggannya. Dan solusi tersebut harus disediakan secara cepat dan tepat. Semakin banyak alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan pengintegrasian, semakin lambat respon yang bersifat holistik untuk disampaikan kepada para pelanggan.
Yang dimaksud kendala dalam aspek kemudahan adalah, tingkat resiko yang dihadapi perusahaan untuk melakukan pengintegrasian antara sistem CRM dengan sistem-sistem lain di perusahaan. Beberapa contoh kendala yang terkait dengan aspek kemudahan, misalnya kendala untuk mencari aplikasi sistem yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kendala untuk melakukan adaptasi dengan kondisi organisasi yang baru (setelah dilakukan pengintegrasian sistem CRM dengan sistem-sistem yang lain). Kendala dalam aspek kemudahan berhubungan dengan kendala dalam aspek waktu. Semakin banyak alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan pengintegrasian, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi perusahaan. Sedangkan kendala dalam aspek biaya tidak bisa dipisahkan dari aspek waktu dan aspek kemudahan. Semakin banyak alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan pengintegrasian, semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi perusahaan. Semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi perusahaan, maka harus dikompensasi dengan relatif besarnya dana yang harus dianggarkan untuk mengantisipasi biaya-biaya yang ada.
5. Saran
Mengacu pada manfaat dan kendala yang ada, maka untuk menerapkan sistem CRM ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
#Melihat CRM sebagai bagian dari strategi perusahaan.
Dalam tahap ini, yang ditekankan adalah bagaimana mengonfirmasikan visi perusahaan untuk proyek CRM yang bersangkutan. Dukungan dari jajaran manajemen mutlak diperlukan demi kesuksesan proyek tersebut.
#Melakukan penilaian atas kemampuan perusahaan.
Dalam tahap ini, yang ditekankan adalah bagaimana melihat hingga sejauh mana kinerja perusahaan dibandingkan dengan kinerja industri (benchmarking). Ini diperlukan dalam rangka menyusun tujuan jangka panjang untuk penyempurnaan di masa mendatang. Kemampuan perusahaan yang dinilai, seperti: kemampuan mengelola program pemasaran, kemampuan mengelola interaksi dengan para pelanggan, dll.
#Merumuskan rencana implementasi.
Rencana implementasi proyek CRM harus mengandung unsur-unsur yang bersifat vital, seperti: interdependensi antara sistem atau proses yang baru dengan sistem atau proses yang lama, jumlah sumber daya yang tersedia (dan yang dibutuhkan untuk masa mendatang), proses kerja yang baru, aplikasi teknologi baru, dan rencana pelatihan bagi para pengguna.
Aplikasi sistem CRM yang diterapkan PT Nutrifood Indonesia sejauh ini memberikan hasil yang memuaskan bagi perusahaan. Ini dibuktikan dengan relatif semakin singkatnya waktu yang diperlukan dalam proses pencarian data pelanggan di database. Sebagai contoh, jika sebelumnya perlu waktu sekitar dua jam untuk mencari nama-nama konsumen yang akan dikirimi majalah internal, setelah menerapkan aplikasi sistem CRM hanya memerlukan waktu 15 menit. Meskipun telah memberikan hasil yang memuaskan, ada satu hal yang bisa dipertimbangkan untuk dilakukan penyempurnaan di masa mendatang:
o Terkait dengan para pelanggan internal.
Yang dimaksud dengan pelanggan internal adalah para karyawan perusahaan. Dalam hal ini, aplikasi sistem CRM yang diterapkan di PT Nutrifood Indonesia diharapkan bisa digunakan untuk menangkap aspirasi dari para pegawai. Arti pentingnya para pegawai adalah: mereka menjadi duta bagi perusahaan, menjadi ujung tombak dalam hal memberikan pelayanan yang memuaskan kepada para pelanggan perusahaan, menjadi sumber ide untuk pengembangan produk perusahaan, dan menjadi sumber pengetahuan yang berharga (konsep knowledge management).
DAFTAR PUSTAKA
Light, Ben. 2001. ”A Review of The Issues Associated with Customer Relationship Management Systems”. Working Paper of The 9th European Conference on Information Systems. Page 1232-1241
Martin,E. Wainright, Carol V. Brown, Daniel W. DeHayes, Jeffrey A. Hoffer, and William C. Perkins. 2005. Managing Information Technology. 5th edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey
Sudarmadi. 2006. ”Cara Baru Memuaskan Pelanggan” [online]. Tersedia di
http://www. swa.co.id [diakses pada 4 Januari 2009].
http://www.nutrifood.co.id [diakses pada 4 Januari 2009]
Selasa, 06 Januari 2009
Sharing Knowledge, yuk!
Single Presence Policy dalam Industri Perbankan
Pendahuluan
Single Presence Policy (SPP) adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh Bank
Latar belakang dikeluarkannya SPP ini adalah untuk mencapai target penguatan industri perbankan nasional yang dituangkan dalam skema Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API yang dicanangkan oleh BI sejak tahun 2004 merupakan rancangan bentuk ideal industri perbankan yang sehat, kuat, dan efisien di masa depan. Di dalam skema API, sebenarnya SPP tidak disebutkan secara eksplisit sebagai suatu bentuk kegiatan/instrumen yang digunakan dalam mencapai target API. Tetapi, BI menegaskan bahwa SPP mendukung dan sejalan dengan API terutama dalam bidang pengawasan. Di samping itu, SPP juga digunakan BI sebagai salah satu instrumen untuk mencapai target jumlah bank pada tahun 2010, yaitu sebagai bank internasional dengan modal di atas Rp 50 triliun (2-3 bank), bank nasional dengan modal di atas Rp 10 triliun sampai Rp 50 triliun (3-5 bank), bank spesialis dengan modal Rp 100 miliar sampai Rp 10 triliun (30-50 bank), dan Bank Perkreditan Rakyat dengan modal di bawah Rp 100 miliar.
Dinamika Penerapan
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/2003 tentang Penilaian dan Kepatutan (fit and proper test), PSP adalah badan hukum, perseroan, atau kelompok usaha yang memiliki saham bank minimal 25% dan mempunyai hak suara. Namun, meskipun satu pemegang saham memiliki kurang dari 25%, tetapi jika dapat melakukan kontrol (artinya si pemegang saham dapat mengendalikan manajemen, memiliki hak opsi, dan mempengaruhi kebijakan perusahaan), maka pemegang saham tersebut dikelompokkan sebagai PSP (dan karenanya terkena kebijakan kepemilikan tunggal). Dalam mengelompokkan PSP ini, Bank Indonesia (BI) harus berhati-hati karena para pemilik saham ini memiliki banyak cara agar tidak terlihat sebagai pengendali di bank-bank, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kebijakan BI ini menjadi tidak efektif.
Untuk PSP yang mengendalikan lebih dari satu bank di Indonesia, ada 3 opsi yang ditawarkan oleh BI terkait dengan SPP. Pertama, PSP yang saat ini telah memegang kendali atas satu bank, mengurangi kepemilikannya pada bank lain, sehingga hanya menjadi PSP di satu bank saja. Kedua, para PSP bank diberikan opsi melakukan merger atau konsolidasi dari bank-bank yang dikendalikannya. Ketiga, membentuk perusahaan induk (holding company). Untuk penerapan SPP ini, BI memberikan waktu hingga Desember 2008. Jika disesuaikan dengan target jumlah bank dalam API, opsi SPP yang paling efektif mengurangi jumlah bank adalah merger.
Dampak penerapan SPP diperkirakan tidak akan banyak membawa perubahan signifikan bagi industri perbankan nasional, karena tidak banyak bank yang dimiliki oleh investor yang sama, kecuali pemerintah. Oleh sebab itu, jika SPP ini berlaku pula bagi bank-bank pemerintah, diperkirakan akan terjadi dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian. Hal ini dikarenakan aset dan pangsa pasar bank-bank pemerintah yang cukup besar, sehingga terjadi konsentrasi pasar yang relatif signifikan. Sebagai ilustrasi, jika pemerintah memilih opsi merger dikhawatirkan akan terjadi gejolak dengan munculnya kebijakan pengurangan jumlah pegawai (PHK).
Bank-bank BUMN sendiri sebenarnya memiliki kekhususan usaha sendiri-sendiri. BRI menangani kredit mikro, BTN menangani perumahan penduduk, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI) menangani pembiayaan ekspor. Hanya Bank Mandiri dan BNI saja yang memiliki tipe usaha sejenis, yaitu menangani korporasi. Opsi merger, sejauh dilakukan terhadap Bank Mandiri dan BNI, merupakan sesuatu yang tepat. Ini dinilai dari kemungkinan diperolehnya manfaat dari sinergi antara Bank Mandiri dan BNI. Di luar kedua bank tersebut, jika dilakukan merger maka akan menumpulkan kompetensi inti dari masing-masing bank. Kompetensi inti yang mereka miliki selama ini disebabkan karena, masing-masing bank berkompetisi di segmen pasar yang berbeda. Untuk BRI, BTN, dan BEI, akan lebih tepat jika pemerintah memilih opsi pembentukan holding company.
Selain itu, perlu diperhatikan pula isu mengenai kepemilikan asing pada bank nasional, yang mana hal itu tidak bisa dilepaskan dari upaya penerapan SPP. Dalam hal ini, jangan sampai muncul anggapan bahwa SPP diberlakukan hanya untuk membatasi pihak asing atas kepemilikan mereka pada bank-bank nasional. Jika terjadi resistensi, dapat berakibat buruk bagi iklim investasi secara nasional dan terjadi pelarian modal secara besar-besaran yang dilakukan para pemodal asing (capital flight).
Kesimpulan
Secara umum kebijakan SPP yang dicanangkan oleh BI sangat baik, dalam rangka membangun tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di industri perbankan nasional. Dalam aturan dan pelaksanaannya, BI tetap perlu berhati-hati. Terutama untuk PSP swasta, aturan SPP yang disusun harus tegas dan rinci agar dapat mengidentifikasi para pemilik saham ini sampai kepada kelompok usahanya (baik secara horizontal maupun vertikal). Hal ini dimaksudkan agar para pengendali ini tidak dapat bersiasat mengalihkan saham ke perusahaan-perusahaan mereka sendiri (dalam satu kelompok), termasuk investor asing, sehingga tujuan pengawasan dan konsolidasi menjadi tidak efektif. Dengan adanya SPP, ada kemungkinan semakin luasnya kepemilikan asing atas bank nasional yang tinggal sedikit tetapi memiliki pangsa pasar yang relatif besar. Hal tersebut dikhawatirkan membuat perbankan dan perekonomian nasional semakin mudah terpengaruh gejolak perekonomian global dan memperbesar peluang capital flight.
Suplemen 1: Sasaran API
Ada 6 sasaran penerapan API, yaitu:
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.
4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
Suplemen 2: Enam Pilar API
Keenam sasaran API dituangkan ke dalam 6 pilar yang saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi API. Keenam pilar API tersebut adalah:
1. Struktur perbankan yang sehat.
2. Sistem pengaturan yang efektif.
3. Sistem pengawasan yang independen dan efektif.
4. Industri perbankan yang kuat.
5. Infrastruktur pendukung yang mencukupi.
6. Perlindungan nasabah.