Single Presence Policy dalam Industri Perbankan
Pendahuluan
Single Presence Policy (SPP) adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh Bank
Latar belakang dikeluarkannya SPP ini adalah untuk mencapai target penguatan industri perbankan nasional yang dituangkan dalam skema Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API yang dicanangkan oleh BI sejak tahun 2004 merupakan rancangan bentuk ideal industri perbankan yang sehat, kuat, dan efisien di masa depan. Di dalam skema API, sebenarnya SPP tidak disebutkan secara eksplisit sebagai suatu bentuk kegiatan/instrumen yang digunakan dalam mencapai target API. Tetapi, BI menegaskan bahwa SPP mendukung dan sejalan dengan API terutama dalam bidang pengawasan. Di samping itu, SPP juga digunakan BI sebagai salah satu instrumen untuk mencapai target jumlah bank pada tahun 2010, yaitu sebagai bank internasional dengan modal di atas Rp 50 triliun (2-3 bank), bank nasional dengan modal di atas Rp 10 triliun sampai Rp 50 triliun (3-5 bank), bank spesialis dengan modal Rp 100 miliar sampai Rp 10 triliun (30-50 bank), dan Bank Perkreditan Rakyat dengan modal di bawah Rp 100 miliar.
Dinamika Penerapan
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/2003 tentang Penilaian dan Kepatutan (fit and proper test), PSP adalah badan hukum, perseroan, atau kelompok usaha yang memiliki saham bank minimal 25% dan mempunyai hak suara. Namun, meskipun satu pemegang saham memiliki kurang dari 25%, tetapi jika dapat melakukan kontrol (artinya si pemegang saham dapat mengendalikan manajemen, memiliki hak opsi, dan mempengaruhi kebijakan perusahaan), maka pemegang saham tersebut dikelompokkan sebagai PSP (dan karenanya terkena kebijakan kepemilikan tunggal). Dalam mengelompokkan PSP ini, Bank Indonesia (BI) harus berhati-hati karena para pemilik saham ini memiliki banyak cara agar tidak terlihat sebagai pengendali di bank-bank, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kebijakan BI ini menjadi tidak efektif.
Untuk PSP yang mengendalikan lebih dari satu bank di Indonesia, ada 3 opsi yang ditawarkan oleh BI terkait dengan SPP. Pertama, PSP yang saat ini telah memegang kendali atas satu bank, mengurangi kepemilikannya pada bank lain, sehingga hanya menjadi PSP di satu bank saja. Kedua, para PSP bank diberikan opsi melakukan merger atau konsolidasi dari bank-bank yang dikendalikannya. Ketiga, membentuk perusahaan induk (holding company). Untuk penerapan SPP ini, BI memberikan waktu hingga Desember 2008. Jika disesuaikan dengan target jumlah bank dalam API, opsi SPP yang paling efektif mengurangi jumlah bank adalah merger.
Dampak penerapan SPP diperkirakan tidak akan banyak membawa perubahan signifikan bagi industri perbankan nasional, karena tidak banyak bank yang dimiliki oleh investor yang sama, kecuali pemerintah. Oleh sebab itu, jika SPP ini berlaku pula bagi bank-bank pemerintah, diperkirakan akan terjadi dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian. Hal ini dikarenakan aset dan pangsa pasar bank-bank pemerintah yang cukup besar, sehingga terjadi konsentrasi pasar yang relatif signifikan. Sebagai ilustrasi, jika pemerintah memilih opsi merger dikhawatirkan akan terjadi gejolak dengan munculnya kebijakan pengurangan jumlah pegawai (PHK).
Bank-bank BUMN sendiri sebenarnya memiliki kekhususan usaha sendiri-sendiri. BRI menangani kredit mikro, BTN menangani perumahan penduduk, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI) menangani pembiayaan ekspor. Hanya Bank Mandiri dan BNI saja yang memiliki tipe usaha sejenis, yaitu menangani korporasi. Opsi merger, sejauh dilakukan terhadap Bank Mandiri dan BNI, merupakan sesuatu yang tepat. Ini dinilai dari kemungkinan diperolehnya manfaat dari sinergi antara Bank Mandiri dan BNI. Di luar kedua bank tersebut, jika dilakukan merger maka akan menumpulkan kompetensi inti dari masing-masing bank. Kompetensi inti yang mereka miliki selama ini disebabkan karena, masing-masing bank berkompetisi di segmen pasar yang berbeda. Untuk BRI, BTN, dan BEI, akan lebih tepat jika pemerintah memilih opsi pembentukan holding company.
Selain itu, perlu diperhatikan pula isu mengenai kepemilikan asing pada bank nasional, yang mana hal itu tidak bisa dilepaskan dari upaya penerapan SPP. Dalam hal ini, jangan sampai muncul anggapan bahwa SPP diberlakukan hanya untuk membatasi pihak asing atas kepemilikan mereka pada bank-bank nasional. Jika terjadi resistensi, dapat berakibat buruk bagi iklim investasi secara nasional dan terjadi pelarian modal secara besar-besaran yang dilakukan para pemodal asing (capital flight).
Kesimpulan
Secara umum kebijakan SPP yang dicanangkan oleh BI sangat baik, dalam rangka membangun tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di industri perbankan nasional. Dalam aturan dan pelaksanaannya, BI tetap perlu berhati-hati. Terutama untuk PSP swasta, aturan SPP yang disusun harus tegas dan rinci agar dapat mengidentifikasi para pemilik saham ini sampai kepada kelompok usahanya (baik secara horizontal maupun vertikal). Hal ini dimaksudkan agar para pengendali ini tidak dapat bersiasat mengalihkan saham ke perusahaan-perusahaan mereka sendiri (dalam satu kelompok), termasuk investor asing, sehingga tujuan pengawasan dan konsolidasi menjadi tidak efektif. Dengan adanya SPP, ada kemungkinan semakin luasnya kepemilikan asing atas bank nasional yang tinggal sedikit tetapi memiliki pangsa pasar yang relatif besar. Hal tersebut dikhawatirkan membuat perbankan dan perekonomian nasional semakin mudah terpengaruh gejolak perekonomian global dan memperbesar peluang capital flight.
Suplemen 1: Sasaran API
Ada 6 sasaran penerapan API, yaitu:
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.
4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
Suplemen 2: Enam Pilar API
Keenam sasaran API dituangkan ke dalam 6 pilar yang saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi API. Keenam pilar API tersebut adalah:
1. Struktur perbankan yang sehat.
2. Sistem pengaturan yang efektif.
3. Sistem pengawasan yang independen dan efektif.
4. Industri perbankan yang kuat.
5. Infrastruktur pendukung yang mencukupi.
6. Perlindungan nasabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar